- Sejarah Pasar Modal Syariah
Sejarah Pasar Modal Syariah di
Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa
Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h
Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk
memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan
hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang
dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk
pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa
Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana
Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus
bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September
2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan
adalah akad mudharabah.
Sejarah Pasar Modal Syariah juga
dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan
Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara
Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya
kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis
syariah di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK,
perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan
Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan
Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan
dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas
dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan
industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya
ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.
Pada tanggal 23 Nopember 2006,
Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal
Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13
tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang
digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal
31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1
tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan
peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12
September 2007.
Perkembangan Pasar Modal Syariah
mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini
diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah
negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya
Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Pada tanggal 30 Juni 2009,
Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor
IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah.
- Pengenalan Produk Syariah di Pasar Modal
Produk syariah di pasar modal antara
lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang,
Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan
setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut,
maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan
peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi
landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di
Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di
pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari
Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat
berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan
tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha
perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini
merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah
mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan
analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang
diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham
syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham
tersebut diterbitkan oleh:
- Emiten dan Perusahaan Publik
yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha
Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip
syariah.
- Emiten dan Perusahaan Publik
yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten
dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah,
namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
- kegiatan usaha tidak
bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan
IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
- perjudian dan permainan yang
tergolong judi;
- perdagangan yang tidak
disertai dengan penyerahan barang/jasa;
- perdagangan dengan
penawaran/permintaan palsu;
- bank berbasis bunga;
- perusahaan pembiayaan
berbasis bunga;
- jual beli risiko yang
mengandung unsur ketidakpastian(gharar) dan/atau judi (maisir), antara
lain asuransi konvensional;
- memproduksi,
mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa
haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena
zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau,
barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
- melakukan transaksi yang
mengandung unsur suap (risywah);
- rasio total hutang berbasis
bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
- rasio total pendapatan bunga
dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan
usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang
dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds).
Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa
Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan
Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
- aset berwujud tertentu (ayyan
maujudat);
- nilai manfaat atas aset
berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan
ada;
- jasa (al khadamat) yang sudah
ada maupun yang akan ada
- aset proyek tertentu (maujudat
masyru’ muayyan); dan atau
- kegiatan investasi yang telah
ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah
sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan
merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu
aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan
dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan
pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk
kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan,
bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam
penerbitan sukuk.
Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar
Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari :
- Sertifikat kepemilikan dalam
aset yang disewakan.
- Sertifikat kepemilikan atas
manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas
manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di
masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat
kepemilikan atas jasa di masa depan.
- Sertifikat salam.
- Sertifikat istishna.
- Sertifikat murabahah.
- Sertifikat musyarakah.
- Sertifikat muzara’a.
- Sertifikat musaqa.
- Sertifikat mugharasa.
3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor
IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana
dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak
bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa
dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat
pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu
dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana
dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki
modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki
waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama
kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah
Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen
investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana
konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen
investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen
portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi
lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun
mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
- Risiko Berkurangnya Nilai Unit
Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya. - Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect. - Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana. - Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.